Peran Pondok Pesantren di Era Modern Unggul Ilmu pengetauan dan teknologi (Iptek) dan Iman dan Takwa (Imtaq)

Sabtu, 26 Desember 2009

Peran Pondok Pesantren di Era Modern
Unggul Ilmu pengetauan dan teknologi (Iptek) dan Iman dan Takwa (Imtaq)
oleh Teguh Luhuring Budi

Tak asing kiranya bagi kita tentang keberadaan pondok pesantren sebagai salah satu lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan dan dakwah, yang hadir di tengah-tengah masyarakat guna produksi insan berbekal Spiritual Quotient (SQ), Emotional Quotoent (EQ) dan Intellectual Quotient. Disisi lain, mengambil dari pembumian argumen masyarakat Madura yang mengatakan pondok pesantren sebagai ”Penjara Suci” yang pendefinisian terminologinya adalah ”pengukuhan jiwa dari expose indikasi nasfu negatif”. Sekian banyak ta’bir pendeskripsian argumen etimologi dan terminolgi pondok pesantren, namun tentunya kebijakan sikap terhadap pluralitas kita yang harus didudukkan dalam prioritas demi integralisasi ideologi yang berujung pada hal yang bersifat ”aplikatif”.

Perputaran dan pergolakan zaman mitos yang terus mengalir melewati empirisme, rasionalisme sampai pada kajian ilmiah yang pengimplemantasinya dikerucutkan oleh para ilmuwan kita dengan mana ”eksperimen”, dan terus berlanjut pada era modern ini telah menjadikan dirinya sebagai sejarah perkembangan manusia. Demikian hebatnya menusia yang mampu mengubah stupidnya (zaman/masa kebodohan) menuju terbuminya era modern yang akan terus menerus bergerak. Era modern yang bisa dijuluki sebagai ”dunia praktis” atau ”jendela dunia” memang tak mungkin kiranya untuk dipungkiri, melirik sejarah perkembangan pola pikir mereka yang terus maju terhadap objek maretiil dan didukung oleh kuantitas objek formal. Terlepas dari itu semua tentang hadirnya konteks suatu zaman yang terkadang bernilai koherensif terhadap konteks zaman lain serta adanya ”negative impact” dan ”positive impact” yang selalu mengiringi perjalaan segala sesuatu dalam esensi kehidupan dan alam semesta.

Melirik pada realitas diatas hal ini menciptakan benturan tajam antara peran pondok pesantren yang mengajarkan kesederhanaan, tasamuh, taukidul akhlaq ta al-tauhid dan lain-lain, dengan adanya modernitas berbentuk westernisasi di tanah air tercinta kita. Satu sisi pondok pesantren akan tampak begitu konserfatif jika tidak dapat menunjukkan dirinya ke dalam danau modernisasi. Namun dihadapkan pada sisi lain, modernisasi berbentuk westernisasi yang tersebar dan masuk ke tanah air tercinta, dan salah satu pondasinya adalah pondok-pondok pesantren telah membuahkan negative impact. Fakta kadaluarsa, telah lama bersedih terhadap membuminya degradasi moral, lunturnya nilai agama, melemahnya nasionalisme, pudarnya pluralitas corak budaya dan adat istiadat, serta masih banyak lagi contohnya dari kacamata faktual.

Berbicara tentang pentas komunikasi alam, selayaknya memang untuk tidak saling menyalahkan terhadap todongan negative impact dan mengkultuskan positive impact saja. Namun daripada itu, satu sikap uyang terpenting adalah bersamanya seluruh elemen, khususnya masyarakat pondok pesantren dalam kontribusi implementasi indahnya pentas komunikasi alam yang dipenuhi unsur-unsur positif.

Mengingat tiga konsep ESQ sebagai keberhasilan dan kesuksesan manusia dalam kehidupan oleh Ary Ginanjar, maka tepatlah di abad dua puluh, pondok-pondok pesantren Islam di Indonesia telah mereformasi diri mereka sebagai pondok pesantren modern untuk memproduksi insan siap tempur (multilevel dan multi bidang dalam peraturan modernitas) berbekal unggul Ilmu pengetauan dan teknologi (Iptek) dan Iman dan Takwa (Imtaq) yang akan diterjunakan di seluruh stratifikasi masyarakat (sosial, ekonomi, budaya, dan pendidikan).

Sejenak berbalik pada tiga konsep ESQ oleh Ary Ginanjar, tibalah sudah pada ranah spiritual Quotient sebagai peran pondok pesantren. Pondok Pesantren sebagai wadah pembinaan spiritual seringkali dijadikan objek bagi masyarakat multilefel kita, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tidak jarang tentunya, banyaknya para orang tua kita yang merelakan anaknya menuntut ilmu di pondok pesantren sebagai salah satu bentuk pemuasan rohani mereka. Adapun peran emotional pondok pesantren adalah produk berjiwa besar, sosial tinggi, kedewasaan menyikapi masalah dan masih banyak hasil lain pada insan sebagai produk pabrik berlebel pondok pesantren Islam. Ialah satu taukid (intelectual) peran pondok pesantren dari dua konsep (emotional dan spiritual) diatas, jelaslah sudah berapa banyak pembesar kita (KH. Abdurrahman Wahid, KH. Mustofa Bisri, Nur Kholis Madjid, Din Syamsudin, Alwi Sihab, Quraish Sihab, dll) sebagai original produk dari pabrik pondok pesantren.

Pengetahuan umum telah kita ketahui, bahwa abad mutakhir pesta reformasi pondok pesantren salafiy menjadi pola modern, telah mangkolaborasikan pembelajaran materi agama dan umum degan satu atap ”fullday school”. Disinilah kenyataan dan bukan pemutar balikan fakta, bahwa pondok pesantren tak terlihat exist pada pembinaan spiritual, emotional quotient, dan monotonnya intellectual pada satu bidang (ilmu keagamaan atau keislaman) saja, lebih dari itu adalah pembekalan saintek/ilmu umum dan beberapa lumasan ekstrakkulikuler kesenian dan keterampilan (beladiri, organisasi, menjahit, teater, managemen bisnis, kaligrafi, qira’ah bil ghina’, olehraga, gambus, dan lain-lain) guna hasil unggul yang diaplikasikan di tengah-tengah masyarakat dlam percaturan sengit dunia modernitas.[]

0 komentar:

Posting Komentar