Haruskah Oswah menjadi Uswah?

Selasa, 25 Agustus 2009

Haruskah Oswah menjadi Uswah?
Menjadi Uswah jauh lebih berat!


Oleh : Redaksi

Banyak teman-teman Oswah mengira tidak akan ada yang menyangka ada yang menginginkan “O” pada awal akronim kata Oswah harus dipaksa segera berevolusi menjadu “U”, menjadi Uswah, contoh yang baik, model Ideal.

Tuntutan itu muncul akhir-akhir ini seolah-olah Wahid Hasyim memang memerlukan orang-orang yang dianggap Ideal untuk dijadikannya panutan. Atau bisa dikatakan santri-santri Wahid Hasyim kehilangan arah sehingga memerlukan guide yang dapat menerjemahkan aturan-aturan formal (etika santri, tata tertib santri, kode etik) ketika didalamnya ditemukan kata-kata asing yang sulit dipahami. Dan parahnya anak-anak Oswah yang diinginkan mereka.

Wahid Hasyim adalah pondok pesantren yang berstatus yayasan. Dibawah yayasan itulah lembaga-lembaga bernaung dan bertanggung jawab kepadanya. Lembaga-lembaga itu meliputi Lembaga-lembaga Formal berupa Madrasah-madrasah, Madrasah Diniyah dan Ma’had Aly, Yang non-formal meliputi Organisasi Santri Wahid Hasyim, Lembaga Pengabdian pada Masyarakat, Panti Asuhan, Lembaga Seni Pesantren dan sebagainya. Nah, dalam hierarki struktural wahid Hasyim tersebut Oswah berstatus sejajar dengan lembaga lain.

Sebagai sebuah lembaga yang sejajar dengan yang lainnya, denga logika yang tidak bisa diterima akhirnya dengan terpaksa huruf ”O” harus dipertahankan. Alasannya sederhana, aturan-aturan formal itu jelas dan telah dijelaskan. Kedua, kedewasaan. Oswah mengira setiap santri sudah menemukan maknanya sendiri. Ketiga, tidak akan ada yang mau dijadikan model ideal. Keempat, Tidak ada yang Ideal. Meski secara ideasional sebenarnya dan seharusnya tidak lepas, tapi memahami jalan pikiran anak-anak Oswah akan terbawa pada sebuah kesimpulan, Oswah juga tidak lepas dari hukum. Dalam prakteknya ada sistem yang akan ditegakkan yang sistem itu dirancang untuk bisa tahan berbagai gempuran dan bisa berdiri kokoh tanpa penegak hukum atau jika ada perubahan struktur pada penegak hukum itu sendiri. Aneh memang, tapi itu hanya mungkin terjadi di pesantren.

Pada akhir tulisan ini, Oswah harus mempertahankan kata ”Oswah” dan mungkin dengan samar-samar bisa menolak dan bisa menerima konsep Uswah. Sepertinya diam-diam mengakui memang Oswah harus bisa menjadi model Uswah, hanya terlalu beresiko jika itu terjadi. Sebaiknya setiap santri harus menjadi Uswah, paling tidak secara minimal dan untuk dirinya sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar