By Muhammad Zamroni
Source: http://zamputrapati.blogspot.com/2009/09/jalan-cahaya.html
Pesantren merupakan duniaku sejak aku MI sampai dengan MA. Kehidupan yang jauh dari orang tua melatih kemandirian dan mengaji bersama-sama setiap hari dengan peraturan-peraturan yang begitu ketat, bahkan kalau melanggar peraturan-peraturan tersebut maka akan di kenai hukuman (dita’zir).
Setelah lulus MA aku di terima kuliah di jogja. Aku berpikiran untuk tinggal di kost tapi orang tuaku menginginkan aku tinggal di pondok pesantren sambil kuliah.
“ Bu, Pak… di jogja saya tinggal di kost saja ya…!”.pintaku dengan wajah ang melas dan suara yang rendah.
“ gimana bu udin kok mintanya aneh-aneh kayak gini ?”.tanya bapak.
“ ya ibu setuju saja, udin kan sekarang sudah besar pastinya dia bisa menjaga dirinya dan mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk lagian dia kan sudah banyak mendapatkan ilmu-ilmu agama di pesantrenya dulu ”. Ucapan ibu yang penuh dengan kasih sayang kepadaku.
Suasana menjadi sepi dan tidak ada suara apapun dan setelah bapakku berpikir beberapa lama.
“ ya sudah din kamu bapak izinkan, tapi ada syaratnya ”.
“syaratnya apa pak ?”. tanyaku dengan penasaran.
“ ingat kamu harus harus bisa jaga diri baik-baik dan jangan sampai kamu ikut teman-teman kamu yang gak bener ”.
“ Ok. Pak jangan kawatir kalau itu ma gampang pa ”. jawabku dengan hati yang bahagia.
“ terima kasih pak bu ”.
Aku mendapatkan tempat kost di daerah sapen dekat dengan kampus. Teman sekamarku berasal dari bandung anak seorag pengusaha.
“ hai, namaku udin nama kamu siapa?”.
“ nama gue rudy. Wah jogja panas benget ya”. Ujarnya, sambil mengipas-kipaskan tanganya kepanasan.
“ iya nih…apalagi di tanbah dengan asap kendaraan bermotor yang mencemari udara”.
Pembicaraan kami pun semakin lama pun semakin seru saja. Kami cepat sekali akrab bahkan dalam waktu dua minggu kami sudah seperti adik kakak saking akrabnya.
Sabtu sore sekitar jam 15:30 dia mengajakku untuk mencari udara segar di luar.
“ din, kita jalan-jalan keliling-keliling jogja yuk ! ya biar tahu lah daerah-daerah jogja” ajakanya dengan wajah yang semangat.
“ gimana ya rud ?” aku sejenak berpikir.
“ Ok rud. Ayo kita berangkat ”
“ ya.. gitu dong! ”
sore itu ternyata ada pertandingan PSS vs PSIM di stadiun maguwoharjo. Mendengar kabar tersebut kami segera bergegas ke sana karena ternyata dia juga penggemar berat sepak bola.
Lagi asyik-asyiknya nonton sejenak melintas di benakku, “ aku tadi kan belum shalat ashar”. Pertandingan lagi seru-serunya PSS 1-0 PSIM dan waktu sudah menunjukan pukul 17:30 sedangkan di dalam stadiun sendiri tidak ada musholanya. Pertandingan berakhir dan kemenangan ada di pihak PSS 1-0. kami pulang ke kost sampai pukul 18:30.
Pagi hari bangun, ternyata sudah pukul 06:00 rudy pun gak bangun-bangun juga. Kemudian aku mengambil air wudhu untuk mengqodo’ shalat shubuh. Dia pun gak bangun-bangun juga bahkan sampai siang. Setelah aku pikir-pikir “ kayaknya si rudy itu gak pernah shalat dech.”
Hampir setiap malam minggu Rudy meminta aku untuk menemaninya keluar atau jalan-jalan. “ gimana sich kehidupan jogja di waktu malam ?” katanya, dengan sangat penasaran. Tak aku sadari aku pun terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan rudy yang kurang begitu baik.
Pulang ke kost sampai larut malam seakan menjadi kebiasaan kami bahkan suatu malam waktu kami pulang ada bapak kost di depan pintu, beliau menegur kami agar tidak pulang sampai larut-larut malam tapi malahan terkadang kami pulang sampai pagi.
Seakan aku tak kuasa menolak ajakan-ajakan dan kebiasaan-kebiasaan rudy karena di sisi lain aku juga sangat penasaran jika ada sesuatu yang baru dan belum pernah aku lakukan. Karena ketika di pesantren dulu untuk melakukan sesuatu itu tidak bisa leluasa karena di batasi oleh sistem dan peraturan-peraturan yang ada di pesantren sehingga setelah keluar, perasaan yang ada itu hanyalah ingin bebas dan leluasa mengekspresikan diri.
“ din, ntar malam di alun-alun utara denger-denger ada konser tuh, ntar nonton yuk”
“ konser band apa?”, tanyaku.
“ konser band top din, konser band papan atas ‘Slank’ ”.aku jadi semakin penasaran apalagi yang namanya nonton konser, aku kan belum pernah.
“ wah cocok tu rud diam-diam gini gue slankers lho”. Sambil gaya, biar gak kelihatan ndeso-ndeso amat.
Konsernya sangat ramai di penuhi oleh remaja-remaja cowok bahkan ada cewek-ceweknya lumayan banyak. Semuanya menikmati konser dengan semangat berjoget mengiringi alunan-alunan lagu yang di lantunkan Slank. Begitu juga dengan aku dan rudy malam itu. Kami pulang ke kost sekitar pukul 00:30 dengan baju yang basah kuyup karena keringat da semprotan air dari petugas yang ada di samping panggung.
Malam jum’at sehabis shalat isya’ tiba-tiba terlintas di pikiranku dengan penuh tanda Tanya dan rasa bingung. “ aku sekarang kok bisa kayak gini ya?”.bahkan kadang shalat lima waktuku banyak yang bolong. Aku ingat dengan pesan bapakku bahwa aku tidak boleh sampai ikut-ikutan teman-teman yang gak benar dan ternyata untuk melakukan itu sangat sulit sekali.
Pelajaran dari pak ustadz dulu “ yen ono konco olo lakoni ndang doh ono, yen ono konco bagus enggal ndang kancan ono !” ( jika ada teman yang bagus cepat-cepatlah berteman denganya, jika ada teman yang perilakunya tidak bagus cepat-cepatlah jauhi dia). Ternyata teman yang ada d sekitar kita sangat mempengaruhi perilaku kita.
Sejak malam itu aku menyadari bahwa yang aku lakukan
Akhir-akhir ini adalah salah. Sebenarnya dalam hati kecilku pun selalu memberontak jika aku mau malakukan hal-hal yang kurang benar tapi kadang aku tidak memperdulikanya.
Aku sekarang tidak tinggal di kost lagi, aku mencoba mencari pondok pesantren yang bekat dengan yang dekat dari UIN Sunan Kalijaga. Aku berusaha mencari informasi.aku bertanya dengan seorang pedagang bakso.
“ pak pondok pesantren yang dekat dari kampus sini mana pak ya?”.
“ wah kalau pondok pesantren uyang dekat dari kampus itu setahu saya pondok pesantren wahid hasyim mas…”
“alamatnya mana pak ?”
“ alamatnya gaten condong catur mas. Kalau lewat jalan solo, pertigaan sebelum ambarukmo plaza ke utara”
“ terima kasih pak informasinya”.
“ sama-sama dek”.
Akhirnya aku menemukan pondok pesantren tersebut, dan aku mendaftarkan diri menjadi santri di sana. Aku merasa lebih nyaman hidup di pesantren. Ternyata hidup di kost tak senyaman yang aku bayangkan. Kegiatan sehari-hari menjadi tidak teratur dan lain sebagainya.
Mambaca kitab, bangun pagi, shalat berjama’ah menjadi rutinitasku kembali seperti sebelum-sebelumnya. Seakan untuk berpisah dengan dunia pesantren sangat sulit sekali bahkan seakan dunia pesantren sudah mendarah daging pada diriku.teman-teman yang banyak dapat membuat kita belajar memahami orang lain yang hidup bersama-sama denganku dengan berbagai keberagamanya.
Pesantrenlah ternyata dunia yang sebenarnaya sesuai dengan diriku. Hati senantiesa akan tenang dan jiwaku lebih terarah. Sejak kecil aku di besarkan di pesantren, jadi seakan diriku ini tidak bisa di pisahkan dari kehidupan kepesantrenan meskipun terkadang banyak juga godaan-godaan yang menghadang di depan mata.
Buletin Damarsantri
Yayasan Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta
Jl. K.H. Wahid hasyim Gaten Condongcatur Depok Sleman Yogyakarta
http://damarsantri.blogspot.com/
Link (Sambungan Kabel)
Damarsantri di Milis Yahoo! Groups
Komentar Terakhir
Download Damarsantri
Gabung di Mailing List Damarsantri
Buletin Damarsantri
Alamat Redaksi :
Sekretariat Redaksi : Yayasan Pondok Pesantren Wahid Hasyim Jalan. KH. Wahid Hasyim Gaten Condongcatur Depok Sleman Yogyakarta 55283 Telephon (0274) 484284.
Email Redaksi : damarsantri@yahoo.com, oswah@journalist.com
Email Redaksi : damarsantri@yahoo.com, oswah@journalist.com
Jalan Cahaya
Senin, 28 September 2009
Diposting oleh Buletin Damarsantri di 01.01
Label: Damarsantri Online, Sastra
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar