Sedikit Demi Sedikit Lama-lama Menjadi Bukit

Jumat, 28 Agustus 2009

Sedikit Demi Sedikit Lama-lama Menjadi Bukit


Oleh : Iffa Izza

Pepatah ini sederhana saja, "sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit". Kita biasa memaknainya bahwa se- sen demi se- sen lama-lama akan menjadi sepundi. Namun, sesungguhnya pepatah itu tidak hanya sekedar berbicara tentang hidup hemat dan ketekunan menabung. Pepatah ini menyiratkan tentang sesuatu yang lebih berharga dari sekedar sekantung keping uang yaitu bila kita mampu mengumpulkan kebaikan dalam setiap tindakan kecil kita, maka kita akan mendapati kebesaran dalam jiwa kita.(Andi muzaki)

Kita bisa mengambil sebuah pelajaran dan sedikit renungan dari pepatah diatas. Sebuah sapaan, sebuah senyuman, dan ucapan terima kasih mungkin tindakan yang sepele saja, namun apabila hal itu dilakukan dengan sepercik kasih sayang dan kebesaran hati, kita akan merasakan bahwa sebenarnya kita mempunyai sebuah istana kebaikan dan tabungan kebahagiaan yang barang kali tidak ternilai harganya. Hal inilah yang semestinya kita biasakan dalam kehidupan keseharian kita di pesantren sehingga hidup kita bisa lebih bermakna. Namun, bagaimana jika pepatah itu di implementasikan dalam bidang kebersihan?

Sungguh ironis andaikan sampah dijadikan variabel dalam memaknai pepatah tersebut. Tak dapat di pungkiri bahwa di Indonesia, sampah merupakan fenomena yang dari tahun ke tahun tidak kunjung ditemukan penyelesainnya. Dalam lingkungan pesantren ini misalnya, sampah yang dihasilkan termasuk dalam kategori banyak bila diperkirakan dari jumlah penghuninya. Seringkali kita berpikir egois bahwa kebersihan adalah menyingkirkan sampah dari lingkungan tempat tinggal kita, dari lingkungan pondok. Tapi pernahkah anda berpikir bahwa sampah-sampah tersebut khususnya yang anorganik akan bertahan puluhan tahun mencemari tanah, sungai dan udara sedikit demi sedikit bila tidak terolah dengan semestinya? hingga kita bisa menuainya dalam bentuk "bukit" banjir, bencana alam dan polusi yang tiada ujungnya.

Dalam hal ini, kebersihan yang menduduki posisi pertama dalam 9 K-nya Oswah akan lebih bermakna bila cakupannya diperluas tidak hanya kebersihan lingkungan pesantren saja tetapi juga kebersihan alam ini dari polutan-polutan yang semakin hari semakin tak terbilang jumlahnya. Jadi, bila dengan "minggu bersih" paradigma pesantren merupakan lingkungan yang kurang kondusif dari segi kebersihan tidak nampak lagi di pesantren kita, alangkah baiknya jika kita mulai saat ini juga memikirkan bagaimana nasib sampah-sampah dari lingkungan kita. Apakah ia akan menjadi salah satu penyumbang berbagai bencana dan polusi di tanah air kita karena tidak terolah dengan baik? atau akan membantu mempercepat degradasi kesuburan tanah para petani dengan jumlahnya yang kian tak terkendali.?

Hidup adalah pilihan. Memilih untuk bahagia atau sengasara, memilih untuk membiarkan atau mengatasi, dan salah satunya adalah memilih menghancurkan ekosistem bumi ini dan membiarkan alam ini terdzalimi atau menyelamatkannya sebagai bentuk syukur kepada Allah Azza wa Jalla. Inilah saatnya kita berakhlaqul karimah pada lingkungan kita, pada bumi kita, pada alam Indonesia kita dengan mengupayakan penanganan dan pengolahan sampah rumah tangga yang ramah lingkungan.

Buletin Damarsantri
Yayasan Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta
Jl. K.H. Wahid hasyim Gaten Condongcatur Depok Sleman Yogyakarta
http://damarsantri.blogspot.com/

0 komentar:

Posting Komentar